Kamis, 07 Juni 2012

Lamunan


Lamunan

Jam menunjukkan pukul 10.15 WIB. Aku masih menunggu nama ku dipanggil. Beberapa detik kemudian

“Ibu Dwi Putri”
 suara penggilan dari teller bank JABAR Banten memanggil. Aku segera ke meja teller dan memasang wajah yang appreciate sekali. Ini kali ketiga aku menabung sendiri di bank. Sementara di kursi lain, wanita separuh baya yang mengajarkanku banyak hal memperhatikan setiap gerak gerikku di bank. Wanita itu mamahku.

“menabung sebesar lima ratus lima puluh ribu?”

“yap” jawabku senyum sambil menyerahkan uang yang diamanatkan oleh mamah.

 Aku sejenak memperhatikan mba teller ini. Berpakaian sopan dan terbalut jilbab. Islam memang sangat memperhatikan wanita, tak di bolehkannya kami para wanita membuka aurat untuk harkat dan martabat kami. Andai saja semua wanita menjalankan kewajiban ini, akan sangat indah pasti. Aku tertegun, ku toleh lagi wanita yang menungguku di bangku antrian bank, dengan baju dan jilbab merah marun, memencet tombol tombol handphonenya yang berdering. Nada deringnya cukup keras, hingga aku yang di meja teller pun mendengarnya.

“terimakasih ibu Dwi Putri, ini buku tabungannya” suara mba teller memecah pandangan ku ke mamah.

“yap, terimakasih” jawabku dengan senyum. Lalu ku hampiri mamah,

“udah?” tanya mamah, aku mengangguk.

“eka sms, sakit katanya, demam” ucap mamah khawatir.

“waduh” responku singkat.

Eka, kakaku yang sedang kos di depok. Kuliahnya kini menginjak semester 7. Jurusan manajemen di gunadarma university, universitas pilihan keduanya, setelah UNPAD. Tak banyak bicara tentang ka eka, aku dan  mamah segera pulang. Jarak rumah dan bank sekitar 10 km. aku dan mamah menaikki motor mio biru, aku yang mengendarainya.

“teh, mampir dulu ke cuci steam di sebrang armed” pinta mamah.

“iya” ucapku agak keras, karena bising di jalan raya mengganggu.

 7 meter sebelum tempat cuci steam, ku nyalakan lampu sen kanan, dan kami tiba. Untunglah saat ini tidak sedang antri. Segera ku naikkan motor ke tempat pencucian, dan mencabut kuncinya tanpa mengunci stang motor.

“bang, agak cepat ya cucinya, soalnya lagi buru buru” pinta mamah ke mas mas yang ingin mencuci motorku.

Mas mas ini berkulit agak gelap, menggunakan baju dan celana pendek, bertopi dan memegang selang air, menjawab pinta mamah dengan sopan dan senyum.

“oh, iya bu” mengangguk.

Aku dan mamah duduk di bangku yang disiapkan untuk pelanggan yang menunggu kendaraannya di cuci. Sambil melepas sedikit lelah, aku duduk dan melepas helm yang selalu ku pakai jika hendak bermotor. Aku duduk di ujung bangku panjang yang melintang, sekitar 3 meter dari televisi milik cuci steam ini.  Mamah duduk di samping kiriku, sambil menonton berita di TV. Aku bersandar ke dinding tembok, dan memperhatikan motorku yang sedang di cuci. Aku terdiam, tenang, dan melamun.
Terlihat seorang bapak bapak yang berumur sekitar 40 tahun datang ke tempat cuci steam. Bapak ini bertubuh agak gemuk, dan berkumis tipis namun jelas. Ia membonceng anak perempuannya yang berumur sekitar 7 tahun. Berjilbab yang warna dan motifnya sama dengan baju dan celananya. Pink dengan bunga bunga, aku biasa menyebutnya baju muslim stelan. Bapak bapak itu menaikkan motor hondanya ke tempat cuci steam, dan segera merangkul anak perempuannya duduk di bangku tunggu. Sang anak duduk, sementara si bapak mengambilkan minuman di mini market milik cuci steam. Bapak itu kembali dengan memberikan minuman segar itu ke anaknya. Mereka meminumnya dengan tenang. Kelihatannya mereka sedang melakukan perjalanan jauh, dan menyempatkan diri untuk mampir ke steam, sekedar untuk beristirahat sambil mencuci kendaraannya. Karena lelahnya, anak perempuan mungil itu tertidur di pangkuan sang bapak. Mereka terlihat begitu lelah. Setelah beberapa menit, motornya selesai dicuuci. Sang bapak membayar jasa cuci steam, dan segera menyalakan motornya. Namun sayang, motornya tak bisa di nyalakan. Berkali kali petugas pencucian steam mencoba menyalakannya, namun tak bisa. Salah satu orang kembali mengeringkan mesin motor bapak bapak itu dengan teliti, karena mungkin ada mesinnya yang masih dingin. Bapak itu kembali menyalakan motornya, tapi tetap saja tak bisa. Terlihat kelelahann dan kekhawatiran si bapak. Mereka datang dari tempat jauh, apa jadinya jika motor itu mati, bagaimana mereka pulang?

“sebentar dulu ya?” ucap si bapak tenang sambil mengusap pundak putri kecilnya yang terlihat agak takut karena motor ayahnya yang rusak. Namun anggukan ayahnya membuatnya lebih tenang.

“maaf ya pak” ucap mas mas yang mencuci motor si bapak itu.

“ah, gapapa ko mas, ini paling cuma mesinnya saja yang agak bermasalah, nanti saya bawa ke bengkel, mudah mudahan bisa benar” ucap sang ayah.

Mereka segera keluar dari  cuci steam dan melanjutkan perjalanan. Tapi mereka belum juga mendapatkan bengkel, padahal sudah menempuh jarak yang lumayan. Sesekali sang ayah berhenti dan mencoba menyalakan motornya kembali. Tapi tetap saja tak bisa. Putri kecilnya terlihat lelah, tapi sang ayah hanya bisa menghiburnya, bahwa sebentar lagi mereka akan menemukan bengkel. Setelah beberapa menit kemudian, bengkel motor ada di depan mata. Motor mereka segera di tangani. Beruntung, motornya kembali bisa menyala. Sang anak tersenyum, dan sang ayah membalas senyum itu dengan sangat lega.
 Jauh dalam hati, mungkin sebenarnya sang ayah telah lelah dan tak tahu harus apa. Mereka dari tempat jauh, namun mendapat musibah di tempat yang tidah diketahuinya. Tapi sang ayah terus menguatkan putri kecilnya yang lelah, memberi keyakinan, bahwa semuanya akan baik baik saja. Sungguh sebuah kekuatan cinta dari sang ayah. Mereka segera menaiki motor, dan pulang.  Tak lama kemudian sebuah suara mengagetkanku .

“teh, teteh, ko malah bengong, mikirin apa? Ayo pulang, motornya udah tuh” ucap mamah menyadarkanku.

Aku terhenyak sadar. Mamah menyadarkan ku dari lamunanku. Lamunan tentang flash back kisahku, dulu bersama papah. J

Nady Putri C
Bekasi, 6 Juni 2012
17.06 WIB

0 komentar:

Posting Komentar